Hukum Anal Seks Dalam Islam

Agama islam adalah agama yang rahmat bagi semesta, segala urusan di atur didalamnya, baik urusan ibadah, pernikahan, muamalat, maupun hukum tentang kriminalitas. Dan mereka yang benar-benar berpegang teguh dengan agama islam sangatlah beruntung, karena islam bisa membawa kepada kesuksesan dunia dan akhirat.
SUMBER : ARGUMENT AHLUSSUNNAH

Islam menghalalkan pernikahan, dan mengharamkan perzinahan, bahkan menganggap zina sebagai salah satu dosa terbesar. Dan pernikahan dalam islam begitu mudah dilakukan, syarat-syarat dan rukun-rukun yang harus dilakukan pun sangat mudah, jika tidak di embel-embeli dengan adat rumit tertentu.
Dengan begitu, setiap insan yang memiliki hasrat berhubungan badan dengan lawan jenis, memiliki peluang besar untuk melampiaskannya dengan jalan yang dihalalkan dan dianggap baik dalam agama islam, yakni dengan menikah.
Namun, walaupun mudah dilakukan, pernikahan tetaplah memiliki peraturan-peraturan tertentu, yang jika dilanggar bisa menyebabkan resiko yang buruk, baik secara agama maupun secara moral.
Seorang suami memiliki kebebasan untuk menikmati tubuh istrinya dengan cara apapun, namun kebebasan tersebut memiliki batasan-batasan yang sudah dijelaskan secara rinci di kitab-kitab fikih muktabarah yang bersumber dari alquran dan al hadits.
Allah berfirman:
نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٞ لَّكُمۡ فَأۡتُواْ حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡۖ
Maknanya: Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai.
Disitu dijelaskan bahwa seorang istri ibarat sebuah ladang, yang bisa didatangi (di jima) dengan cara yang disukai oleh sang suami, baik dari depan maupun dari belakang, dengan catatan tetap pada vagina.
Ada banyak hadits yang secara spesifik menyebutkan seorang laki-laki tidak boleh bersenggama dengan istrinya melalui jalur belakang (anus) atau yang sering dikenal dengan istilah anal seks.
Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya:
لا ينظر الله إلى رجل أتى امرأته في دبرها. رواه أحمد في مسنده وغيره.
Artinya: Allah tidak memulyakan (bahkan menghinakan) seorang lelaki yang mendatangi (menyenggama) istrinya melalui anusnya. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dan perawi lainnya).
Kesimpulannya, berhubungan seks bagi suami melalui anus istrinya atau anal seks adalah haram sesuai dalil syara' di atas. Sehingga yang diperbolehkan hanyalah melalui jalan depan (vagina) saja.
Adapun bersenggama dengan selain istri atau budak perempuan yang dimiliki, maka hukumnya haram secara mutlak, artinya tidak boleh lewat jalan depan (vagina) ataupun jalan belakang. Jika dilakukan melalui jalan depan disebutlah sebagai perzinahan, dan melalui jalan belakang disebut sebagai liwath.
Secara sudut pandang medis, ada yang menyebutkan beberapa hikmah atas hal ini, diantaranya: anus memang tidak dipersiapkan untuk senggama sehingga tidak terdapat pelumas atau lubrikasi, hubungan anal bisa memicu wasir, infeksi dan lain sebagainya.
___________
Tujuan admin hanya ingin menjelaskan keharaman hal tersebut, dengan bahasa yang semoga mudah dipahami, mungkin sedikit sensitif bahasanya, karena pembahasannya pun juga seperti itu, namun hal-hal seperti ini memang ada hukumnya dalam islam, dan dikaji dalam kitab-kitab fikih maupun tafsir.

SUMBER : ARGUMENT AHLUSSUNNAH
Read More

Allah Maha Kuasa

Akal manusia membagi perkara aqli menjadi 3 bagian: jaiz aqli, wajib aqli, mustahil aqli.
sumber : Argument  Ahlussunnah

1. Jaiz aqli artinya setiap perkara yang bisa diterima oleh akal keberadaannya, ataupun ketiadaannya. Contohnya: adanya makhluk, akal pikiran kita bisa menerima keberadaan makhluk ataupun ketiadaannya.
2. Wajib aqli: setiap perkara yang pasti adanya, akal sehat kita tidak menerima ketiadaanya. Yang wajib aqli adalah Allah dan sifat-sifatNya. Artinya Allah pastilah ada, tidak mungkin tidak ada.
3. Mustahil aqli artinya perkara yang tidak bisa diterima akal sehat kita keberadaannya. Contohnya: keberadaan sekutu bagi Allah, hal ini mustahil adanya, artinya akal sehat kita tidak bisa menerima keberadaan sekutu bagi Allah, karena memang mustahil.
Dengan memahami pembagian perkara aqli diatas, kita bisa memahami lebih mudah tentang arti sifat kuasa bagi Allah. Karena sifat kuasa Allah berkaitan dengan setiap perkara yang jaiz aqli, dan tidak berkaitan dengan perkara yang wajib aqli maupun mustahil aqli.
Allah maha kuasa, dengan sifat kuasaNya Ia menciptakan makhluk-makhlukNya dari tidak ada menjadi ada, dengan sifat kuasaNya Ia memusnahkan makhluk-makhlukNya dari ada menjadi musnah.
Kita misalkan dengan seseorang yang bernama "Rudi", misalnya Rudi merupakan salah seorang manusia yang hidup dari tahun 1970 sampai tahun 2018. Yang menciptakan Rudi dari yang semula tidak ada menjadi ada adalah Allah, Dialah yang menciptakan Rudi dengan sifat kuasaNya, dan Dia pula yang meniadakan Rudi dengan sifat kuasaNya.
Jadi sifat kuasa bagi Allah merupakan sifat yang azali (ada tanpa bermula) abadi (ada tanpa sirna) yang dengannya Allah menciptakan makhluk dari yang semula tidak ada menjadi ada, dan dengan sifat kuasa pula Allah memusnahkan makhluk, dari yang ada menjadi sirna.
Begitu pula contoh-contoh lainnya, seperti langit, bumi, pegunungan, rembulan, bintang, jin, manusia dan setiap perkara yang jaiz aqli, semua yang ada karena diciptakan oleh Allah dengan sifat kuasaNya. Dan setiap makhluk yang diciptakan oleh Allah, kemudian menjadi musnah, maka kemusnahannya juga karena kekuasaan Allah.
Dari sini kita bisa memahami, bahwa sifat kuasa Allah tidak bisa dikaitkan dengan perkara yang wajib aqli ataupun mustahil aqli. Jadi tidak boleh dikatakan: "Apakah Allah mampu menciptakan sekutu bagiNya" dan tidak boleh dikatakan: "apakah Allah mampu memusnahkan diriNya?". Karena sifat kuasa Allah tidaklah berkaitan dengan setiap perkara yang wajib aqli maupun mustahil aqli.
Jika ada pertanyaan seperti itu dari seorang atheis, atau non-muslim lainnya, yang bermaksud untuk menjatuhkan keislaman seseorang, maka perlu waspada dan teliti. Tidak boleh dijawab: "Allah tidak mampu, atau Allah mampu menciptakan sekutu", justru jawaban yang benar adalah: "sifat kuasa Allah tidak berkaitan dengan perkara yang mustahil adanya".

sumber : Argumen Ahlussunnah
Read More

Hukum Talak (perceraian) Yang sering Diabaikan.



Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح، والطلاق، والرجعة. رواه أبو داود.

Artinya: Tiga perkara, seriusnya adalah serius dan candanya adalah serius, yaitu; nikah, perceraian, dan rujuk.

Maksudnya: 3 perkara tersebut jika terjadi, maka dihukumi sah, baik dilakukan secara serius maupun bercanda.

Seorang suami yang bercanda dengan istrinya, lalu mengucapkan lafadz talak (perceraian), semisal ia berkata: "udah deh, saya ceraikan kamu", maka talak tersebut telah terjatuh kepadanya, yang menjadikan status sang istri bukan lagi istrinya, sehingga pergaulan mereka sama halnya seperti lelaki dan perempuan yang bukan istrinya.

Begitu pula saat seorang suami marah, lalu terucap dari mulutnya kata cerai, maka terjatuhlah perceraian itu. Jika dia kembali berhubungan badan dengannya, maka hal tersebut merupakan perzinaan. Karena berhubungan dengan seorang perempuan yang statusnya bukan istrinya lagi.

Keseriusan, candaan, kondisi marah, semuanya tidak berpengaruh terhadap keabsahan talak. Karena itulah, selayaknya setiap insan lebih berhati-hati dalam setiap tindakan, terutama urusan pernikahan dan talak. Karena banyak sekali hukum-hukum yang tersusun didalamnya, sehingga kesalahan dalam berbuat bisa berdampak fatal, seperti putusnya jalur nasab (keturunan), penyebab terjadinya zina, dan hal-hal buruk lainnya.
Read More

Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak-anaknya.

Orang tua haruslah bisa mendidik anak-anaknya dengan baik, karena termasuk kewajiban bagi orang tua adalah mengajarkan anak-anaknya setiap urusan yang wajib dilakukan saat mereka sudah baligh.
Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menjaga diri mereka dan keluarganya dari api neraka, Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارًا. [التحريم: ٦]
Maknanya: "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (Surat al Tahrim: 6).

Dan menjaga keselamatan diri dan keluarga adalah dengan belajar dan mengajarkan ilmu agama.
Wajib bagi orang tua mengajarkan tentang cara shalat dengan benar, hal ini karena dia wajib memerintah anak-anaknya untuk shalat ketika usia mereka sempurna 7 tahun hijriyah dengan perintah yang mengesankan keseriusan dan pentingnya shalat, jika sudah berumur 10 tahun hijriyah wajib baginya memukul anak-anaknya (dengan pukulan yang mendidik, tidak merusak fisiknya) jika anak-anaknya meninggalkan shalat.
Hal ini senada dengan puasa ramadhan, wajib diperintah saat genap berusia 7 tahun hijriyah dan dipukul jika meninggalkan saat genap usia 10 tahun hijriyah, jika memang anaknya sudah mampu untuk berpuasa. Yakni puasa tidak membahayakannya, bukan berarti anak yang cengeng dan merasa lapar langsung dibiarkan saja tanpa diperintah.
Namun perlu dicatat, bahwa perintah ini tidak berarti seorang anak yang belum baligh wajib melakukan shalat, justru yang dimaksudkan disini adalah kewajiban bagi orang tua untuk memerintah dan memukul dengan kriteria diatas. 
  • Termasuk yang wajib diajarkan oleh orang tua terhadap anaknya adalah:
    Dasar-dasar keyakinan, seperti: keberadaan Allah, keesaan Allah (tiada sekutu bagiNya), Allah ada tanpa permulaan, tanpa pengakhiran, Allah tidak butuh kepada yang lainNya, Allah tidak serupa dengan makhlukNya yakni DzatNya tidak serupa dengan dzat-dzat makhluk, sifat-sifatNya tidak serupa dengan sifat-sifat makhlukNya, artinya Allah tidak serupa dengan sesuatupun dari makhlukNya. Allah tidak serupa dengan cahaya, kegelapan, manusia, tumbuhan, benda-benda mati seperti bintang, dan semacamnya, dan Allah bukanlah benda.
  • Juga diajarkan bahwa Allah bersifat: maha kuasa, maha berkehendak, maha mendengar, maha melihat, maha mengetahui, maha hidup, maha berfirman (bersifat kalam).
  • Diajarkan pula: Bahwa Nabi Muhammad adalah hamba Allah dan utusanNya, bahwa beliau adalah nabi terakhir, dari bangsa arab, dilahirkan di Makkah, lalu hijrah (dengan perintah Allah) ke Madinah, dan dimakamkan disitu (Madinah).
    Diajarkan bahwa Allah mengutus para nabi, nabi pertama adalah Adam (seorang nabi yang berparas tampan, bukan kera seperti yang dikhayalkan oleh darwin), dan Allah menurunkan kitab-kitab suci (dengan memerintahkan malaikat) kepada para rasul.
  • Diajarkan bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, Allah akan memusnahkan jin, manusia, para malaikat, dan setiap yang memiliki roh, kemudian dihidupkan kembali.
    Bahwa jin dan manusia akan mendapatkan balasan atas kebaikan mereka dengan kenikmatam yang abadi, dan atas keburukan yang mereka lakukan dengan siksa yang pedih.
  • Bahwa seorang kafir pasti tidak akan masuk surga, bahwa seorang yang tidak beriman kepada Allah dan rasulNya adalah seorang kafir yang kekal dineraka. Bahwa Allah telah menyiapkan tempat kembali yang penuh dengan kenikmatan untuk orang-orang beriman yang disebut surga, dan tempat kembali yang penuh dengan siksa bagi orang-orang kafir yang disebut sebagai neraka, dan hal-hal semacamnya.
  • Begitu pula haruslah diajarkan keharaman mencuri, berdusta walaupun untuk sekedar bercanda, keharaman zina, liwath (yakni memasukkan kemaluan lelaki di anus wanita selain istri dan budaknya), diajarkan pula keharaman ghibah (menggunjing), adu domba, memukul seorang muslim tanpa hak, dan hal-hal semacamnya yang banyak diketahui oleh umat islam yang awam maupun ahli.
  • Termasuk yang diajarkan adalah tentang kesunnahan menggunakan siwak, bahwa shalat jamaah disyariatkan dalam islam, dan urusan-urusan semacamnya.
    Hal ini semua sangat penting diajarkan, agar seorang anak bisa tumbuh dengan metode kehidupan islami, yang pada akhirnya bisa mendapatkan dampak positif yang menguntungkan orang tua juga. Ketahuilah, anak yang berbakti terhadap orang tua lebih berharga dari pada dunia dan se isinya.
Sumber : Argumen Ahlussunnah                                                                                                                                                
Read More

Memahami Ma'rifatullah DEngan Benar


Ma'rifatullah artinya mengenal Allah, mengetahuinya sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam alQuran, dan diajarkan oleh nabiNya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:

لا فكرة في الرب

Artinya: Tidaklah boleh membayangkan pencipta. (Diriwayatkan oleh Abul Qasim Al Anshari dan As Suyuthi dalam tafsirnya)

Untuk memahami Ma'rifatullah tidak akan diperoleh dengan cara membayangkanNya dengan pikiran dan khayalan kita, karena hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan yang fatal dalam memahami tentang ma'rifatullah.

Seperti yang dijelaskan dalam alQuran, bahwa Allah tidaklah serupa dengan sesuatupun dari makhlukNya, DzatNya tidak sama dengan dzat-dzat makhluk, Sifat-sifatNya tidaklah sama dengan sifat-sifat makhluk. Hal ini mengantarkan kita pada kesimpulan: bahwa pencipta tidaklah bisa dibayangkan, karena sesuatu yang terbayang di benak manusia pastilah punya serupa dengan bentuk lainnya, sementar Allah tidaklah serupa dengan sesuatu apapun.
Artinya, apapun yang muncul dalam benakmu, itu bukanlah Allah. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh imam Dzun Nun:
"Segala yang terlintas dalam pikiranmu, maka Allah bukanlah seperti itu".

Lalu bagaimana cara ma'rifatullah yang benar...?

Caranya dengan mempelajari alQuran dan Hadits yang menjelaskan tentang Allah, disitu sudah dijelaskan secara lengkap tentang bagaimana seseorang mengetahui penciptanya.

Yakni dengan cara mengetahui sifat-sifat yang wajib bagiNya (yang pasti adanya), seperti sifat wujud (artinya Allah ada tanpa bermula, tanpa serupa dengan makhlukNya),
Mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagiNya (mengetahui bahwa Allah mustahil bersifat bersemayam, duduk, sifat-sifat makhluk lainnya).
Dan mengetahui sifat-sifat jaiz (yakni sifat yang secara akal diterima keberadaannya, ataupun ketiadaannya, seperti menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada, ataupun mentiadakan sesuatu dari ada menuju kemusnahan).

Read More

Perbedaan Antara Sedekah (membantu tuan rumah) dan Arisan


        Suatu amalan yang sudah terbiasa dilakukan akan sulit ditinggalkan, walaupun tidak berdasar atas asas yang dibenarkan dalam syariat. Terkadang justru dicari-carikan alasan yang sekira mengesankan bahwa amalan itu benar, padahal juga tetap saja keliru.

             Sebagian masyarakat, ketika disampaikan kepada mereka tentang hukum arisan, mereka akan berdalih bahwa tujuannya untuk membantu tuan rumah, kalau tanpa arisan, mereka anggap tidak akan ada penyemangat untuk berkumpul dalam sebuah jamiyat. Padahal, orang yang benar-benar ikhlas melakukan amalan yang benar dan sesuai syariat, akan mendapatkan motivasi dari keutamaan pahala yang diperoleh, karena dengan keikhlasan dalam menjalankan suatu kebaikan, ada balasan yang lebih besar dibandingkan dengan apa yang dikeluarkan.

       Lalu bagaimana jika orang arisan, tujuannya membantu tuan rumah yang mengadakan pengajian rutin...?

           Sebenarnya jika kita mau cermat dan bersikap jujur, ada perbedaan yang jelas antara arisan dan sedekah. Arisan yang selama ini dilakukan (baik dengan nominal kecil maupun besar) senantiasa dibarengi dengan nominal tertentu, sekira saat masing-masing anggota membayar 20 ribu misalnya, maka yang dikembalikan kepada dia nantinya ya harus nominal itu. Jika sampai kurang, tentu dia tidak akan terima. Makanya arisan ini sejenis dengan perhutangan, karena harus mengembalikan sesuai nominal, namun perhutangan yang menarik manfaat, yakni setiap orang ingin lebih dahulu dapat giliran. Karena itulah ia tergolong riba Qardl.

         Berbeda dengan sedekah (membantu tuan rumah), orang yang berniat membantu tidak di embel-embeli dengan nominal tertentu, tidak ditentukan oleh kesepakatan yang mengikat. Semisal ada acara di suatu rumah, lalu diedarkan kardus pengumpul uang sedekah untuk tuan rumah, orang bisa bebas bersedekah sesuai nominal yang ia ikhlaskan, bahkan kalaupun ia tidak mau bersedekah ya tidak dituntut untuk membayar, mungkin saja dia tidak punya uang. Seperti itulah sedekah.

    Halal haramnya suatu amalan tidak ditentukan oleh nominal yang besar, sekecil apapun kalau haram ya tetap haram, sebesar apapun kalau halal ya tetap halal. Kehalalan dan keharaman ditentukan dengan kesesuaian dengan syariat atau sebaliknya, bukan dengan banyaknya alasan yang dibuat-buat.

Lalu bagaimana jika tidak semangat lagi untuk ikut jamiyah kecuali dengan arisan...?

Berarti niat anda dari awal sudah keliru, orang yang berniat baik tentu tujuannya bukan untuk segera mendapatkan giliran arisan, tapi karena ridla Allah. Jika tindakan awal sudah keliru, lalu dicarikan alasan agar terlihat benar, maka tetap saja amalan tersebut dinilai keliru.

        Jika memang ingin terus kumpulan rutin dengan anggota pengajian rutin, bisa saja dibuat acara sedekah untuk membantu tuan rumah, tanpa diikat dengan nominal tertentu yang harus dikembalikan nantinya, tentunya sedekah yang seikhlasnya, sekira penyedia makanan minuman bisa terbantu. Dan tentu, saat melakukan pengajian rutin juga perlu memperhatikan bacaan, apa yang dibaca, ikhlasnya niat, jangan sampai kumpulan rutin, namun bacaan yang dibaca banyak kelirunya, sehingga bukan malah menambah pahala, namun justru semakin menumpuk dosa.

     Seseorang yang benar-benar taat kepada Allah, akan dengan cepat bertindak untuk menuju ketaatan tersebut, meninggalkan hal-hal yang menjauhkannya dari ketakwaan. Semoga kita termasuk orang yang diberikan keistiqamahan dalam ketaatan.

Credit : Argumen Ahlussunnah
Read More

Kelebihan Wanita Yang Shalihah

       Anda pasti sering mendengar, bahwa dunia ini penuh dengan perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah seorang wanita (istri) yang shalihah. Hal ini bukan hanya sebuah teori yang manis dilidah, namun juga merupakan fakta yang terbukti secara nyata.
Seorang lelaki yang beristri shalihah memiliki ketenangan batin, terbebas dari rasa-rasa khawatir yang ditimbulkan oleh rasa ketidakpercayaan yang timbul dari keburukan watak seseorang. Tidak lain karena seorang wanita shalihah sangatlah bisa untuk dipercaya dalam mengemban amanat keluarga.


       Secara umum, wanita banyak sekali dikejar karena empat hal: kecantikan, katurunan, kekayaan, agama yang baik. Namun dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim begitu ditekankan untuk mengutamakan pilihan terhadap seorang yang baik agamanya.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاك» أَيْ: افْتَقَرَتَا إنْ لَمْ تَفْعَلْ.

Maksudnya: “Wanita dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya, karena itu, pilihlah yang memiliki agama (seorang yang shalihah), jika tidak begitu kalian akan kesusahan.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim).

       Rasul mengajarkan untuk mengutamakan seorang perempuan yang shalihah, yakni yang baik agamanya, memiliki kriteria-kriteria keadilan dalam agama. Dalam kitab-kitab fikih klasik banyak dijelaskan bahwa disunnahkan untuk memilih seorang perawan, yang memiliki nasab tinggi, yang berpotensi tinggi untuk memberikan keturunan, dan hal-hal lain yang dinilai menjadi kelebihan bagi seorang wanita.

          Namun semua itu tanpa disertai budi pekerti yang baik tetap saja akan merepotkan, jika memang tidak menemukan yang baik, paling tidak dicari yang berpotensi untuk menjadi baik. Hal ini mengajarkan pula bahwa seorang lelaki yang baik haruslah memiliki bekal ilmu agama yang diperlukan untuk mendidik istrinya kelak, sehingga bisa sama-sama menjadi keluarga yang baik. Karena seorang lelaki yang baik, ingin mendapatkan perempuan yang baik, begitupula perempuan yang baik menginginkan lelaki yang bisa menjadi imam yang membimbingnya menuju kebaikan.

        Banyak orang yang menikah hanya karena kecantikannya, kekayaannya, nasabnya, namun karena tidak memiliki watak yang baik, dan suami juga tidak bisa membimbing dengan baik, akhirnya rumah tangga menjadi berantakan, tidak ada kepercayaan antara suami istri, saling curiga dan resah. Tentu hal yang seperti ini tidaklah menyenangkan bagi kehidupan yang berlangsung lama. Hal ini mendorong kita untuk senantiasa menjadi baik dan memburu yang baik, jika tidak menemukan yang baik carilah yang mudah diarahkan untuk menjadi baik.

Sumber : Argumen Ahlusunnah
Read More