Tujuan Isra' & Mi'raj Nabi *Bukan* untuk Bertemu Allah.
Allah Maha Suci dari tempat dan arah.
Allah tidak di atas sidrat al-muntaha.
Allah tidak di atas 'arsy.
Allah tidak di bumi.
Ada-Nya sebelum 'arsy, bumi, langit dan tempat ada,
Setelah 'arsy, bumi, langit dan tempat diciptakan oleh-Nya,
Allah sebagaimana semula, ada tanpa tempat dan ada tanpa arah.
Ada 3 poin penting untuk menunjukkan dalil bahwa Isra' dan Mi'raj Nabi
BUKAN untuk BERTEMU / MENGHADAP ALLAH.
1. Allah berfirman:
ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺃَﺳْﺮَﻯ ﺑِﻌَﺒْﺪِﻩِ ﻟَﻴْﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺄَﻗْﺼَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺑَﺎﺭَﻛْﻨَﺎ ﺣَﻮْﻟَﻪُ
ﻟِﻨُﺮِﻳَﻪُ ﻣِﻦْ ﺁَﻳَﺎﺗِﻨَﺎ
ﺇِﻧَّﻪ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ ﺍﻟْﺒَﺼِﻴﺮُ
Harus digarisbawahi kalimat ﻟِﻨُﺮِﻳَﻪُ ﻣِﻦْ ﺁَﻳَﺎﺗِﻨَﺎ yakni bermakna untuk ditunjukkan kepada Muhammad akan tanda-tanda kebesaran Allah.
Allah tidak berfirman:
Liyashila ilaa makaanin alladzii robbihii fiihi (untuk sampai ke tempat di mana Tuhannya berada)
Firman Allah jelas:
Linuriyahuu min aayaaatinaa. Untuk ditunjukkan tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Jadi Tujuan isra' dan mi'raj untuk ditunjukkan kepada Muhammad tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam atas.
2. Ketika Nabi Muhammad menerima wahyu perintah shalat yakni mendengar
kalam Allah yang
bukan berupa huruf,
bukan berupa suara dan
bukan berupa bahasa
di atas sidrat Al-Muntaha sama sekali tidak menunjukkan bahwa Allah berada di atas sidrat Al-Muntaha.
Sebagaimana Nabiyullah Musa mendengar kalamullah yang bukan berupa
huruf, bahasa dan suara di bukit Thur Sina,
sama sekali tidak menunjukkan Allah berada di bukit Thur Sina.
Logika sesat mengatakan bahwa Allah ada di atas langit lantaran
Rasulullah mendengar kalam Allah di sidrat al-Muntaha. Jika logika ini
digunakan pula pada saat Nabi Musa mendengar kalam Allah di bukit Thur
Sina, maka orang-orang yang meyakini Allah ada di atas 'arsy atau di
atas sidrat secara otomatis meyakini pula bahwa Allah berada di bukit
Thur Sina.
Maha Suci Allah dari bertempat di 'arsy,
Maha Suci Allah dari bertempat di bukit Thur Sina,
Maha Suci Allah dari yang mereka sifatkan.
Maha Suci Allah dari bertempat dan berarah.
Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.
Sidrat al-Muntaha adalah sebuah tempat di mana terletak
sebuah pohon yang sangat amat besar nan indah. Di mana
diriwayatkan, bahwa untuk mengelilingi pohon tersebut
dibutuhkan waktu perjalanan 1 bulan.
• Sidrat Al-Muntaha adalah tempat Rasulullah, Bukan tempat Allah.
• Bukit Thur Sina adalah tempat Nabi Musa, bukan tempat Allah.
3. Rasulullah bolak-balik dari sidrat ke langit ke-6 pada saat mi'raj bukan bolak-balik untuk
bertemu Allah.
Akan tetapi di atas sidrat-lah Allah membuka penghalang,
hingga kalam-Nya yang azali yang tanpa huruf tanpa bahasa dan tanpa suara bisa difahami oleh Rasulullah.
Sebagaimana Allah membuka penghalang di bukit Thur Sina sehingga
hamba-Nya yang terpilih yakni Nabi Musa bisa mendengar dan memahami
kalam-Nya yang azali.
Kalau Nabi Muhammad tidak kembali ke sidrat, maka tidak mendengar kalam Allah
Sama saja kalau Nabi Musa berada di rumah atau di kamarnya tidak pergi
ke bukit Thur Sina, maka tidak dapat mendengar kalam Allah.
Di dalam sebuah hadits, ada perkataan Nabi Musa waktu Rasulullah
menerima perintah shalat dan menemui Nabi Musa,
lalu Nabi Musa mengatakan:
ﺍﺭْﺟِﻊْ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻚَ
Makna kalimat ini adalah bahwa Nabi Musa berkata kepada Nabi Muhammad:
"kembalilah ke tempatmu menerima wahyu. Bermunajatlah kepada Tuhanmu
di tempatmu tadi agar jumlah waktu shalat dikurangi."
Bukan bermakna:
"Kembalilah ke tempat di mana Tuhanmu berada!"
Allah tidak bertempat dan tidak berarah.
Tidak di atas tidak di bawah dan tidak pula di mana-mana.
Maha Suci Allah dari tempat dan arah manapun.
Sebuah kata di dalam Bahasa Arab memiliki makna yang dalam dan luas.
Kalimat: ﺍﺭْﺟِﻊْ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻚَ
bermakna kembalilah bermunajat kepada Allah bukan kembali untuk menemui Allah.
Sama halnya ketika Allah mengisahkan tentang kisah Nabi Ibrahim di
dalam Surat Ash-Shaaffaat ayat 99 di mana Nabi Ibrahim mengatakan:
ﺇِﻧِّﻲ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻲ ﺳَﻴَﻬْﺪِﻳﻦِ
Maknanya: "aku (ibrahim) akan pergi menuju ke tempat di mana Tuhanku
memerintahkanku untuk pergi, Dia akan memberiku petunjuk."
Waktu itu Nabi Ibrahim ingin pergi ke Palestina, lalu Nabi Ibrahim mengatakan
innii dzaahibun ilaa robbi
ayat ini tidak bermakna lahiriahnya:
"aku akan pergi ke tempat Tuhanku"
Logika sesat mengatakan bahwa Allah ada di atas sidrat al-muntaha
lantaran Nabi Musa berkata kepada Nabi Muhammad "irji' ilaa robbika!"
Jika logika sesat ini juga digunakan pula untuk memahami ayat "innii
dzaahibun ilaa robbii", maka secara otomatis orang-orang dengan logika
sesat ini juga meyakini bahwa Allah berada di Palestina.
Allah Maha suci dari tempat dan arah.